SUMENEP, MASALEMBO.ID – Dalam upaya memperkuat fondasi ekonomi desa melalui sektor pangan, BPRS Bhakti Sumekar mengambil langkah konkret dengan bersinergi bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Sumenep. Kolaborasi ini dirancang untuk mendorong pembangunan desa yang berkelanjutan dengan memanfaatkan potensi lokal secara optimal.
Sinergi tersebut bukan semata-mata sebagai bentuk komitmen kelembagaan, tetapi juga sebagai strategi jangka panjang dalam memperkuat ketahanan pangan yang berakar dari kekuatan desa. Dalam skema kerja sama ini, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) menjadi pusat perhatian sebagai pelaksana utama program di tingkat lokal.
Direktur Utama BPRS Bhakti Sumekar, H. Hairil Fajar, mengungkapkan bahwa ketahanan pangan bukanlah agenda yang bisa sepenuhnya digantungkan pada pemerintah pusat. Perlu ada keterlibatan aktif dari semua unsur, termasuk lembaga keuangan daerah seperti BPRS serta pemerintahan desa.
“BPRS Bhakti Sumekar membuka diri untuk bersinergi dengan DPMD dalam mendukung inisiatif ketahanan pangan yang disesuaikan dengan karakteristik dan potensi masing-masing desa,” ujarnya, Kamis (12/6).
Dalam mendukung program tersebut, BPRS Bhakti Sumekar telah merancang layanan perbankan syariah yang secara khusus diperuntukkan bagi BUMDes, khususnya yang bergerak di bidang ketahanan pangan. Salah satu bentuk implementasi nyatanya adalah pembukaan rekening khusus untuk BUMDes, dengan tujuan meningkatkan efisiensi pengelolaan keuangan dan memperkuat struktur kelembagaan mereka.
Fajar menambahkan bahwa kemudahan akses layanan keuangan tersebut akan membuka jalan bagi desa dalam mengelola pembiayaan dengan lebih transparan dan akuntabel.
“Dengan fasilitas ini, kami ingin membantu BUMDes agar lebih solid secara kelembagaan dan lebih leluasa dalam mengelola pendanaan maupun pelaksanaan program-program pangan di desa,” jelasnya.
Tidak hanya terfokus pada desa-desa di wilayah daratan Sumenep, BPRS Bhakti Sumekar juga menyasar kawasan kepulauan seperti Arjasa, Sapeken, hingga Kangayan. Daerah-daerah ini dinilai memiliki potensi sumber daya alam yang besar namun belum tergarap maksimal, terutama dalam aspek ketahanan pangan.
“Kami ingin desa-desa di kepulauan mendapatkan akses layanan keuangan yang setara dan berkelanjutan, agar mereka juga bisa turut mengembangkan kedaulatan pangan di wilayahnya,” tambah Fajar.
Langkah kolaboratif ini dipandang sebagai salah satu model pembangunan desa berbasis partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Dengan menekankan pada pengelolaan sumber daya lokal, lahan pertanian produktif, serta optimalisasi distribusi hasil pangan, BUMDes diharapkan dapat memainkan peran lebih besar dalam memperkuat struktur ekonomi desa.
Bagi BPRS Bhakti Sumekar, peran ini bukan hanya soal fungsi finansial, tetapi juga peran transformasional dalam membawa perubahan sosial yang nyata. Keterlibatan perbankan daerah dalam pembangunan desa memperlihatkan bahwa pendekatan bottom-up mampu menghasilkan dampak yang lebih relevan dan berkelanjutan bagi masyarakat.
“Langkah ini merupakan bukti nyata bahwa penguatan ketahanan pangan bisa dimulai dari desa. Justru di tingkat inilah kolaborasi, kepercayaan, dan pemberdayaan ekonomi lokal dapat memberikan dampak yang lebih cepat dan berkelanjutan,” pungkasnya.
Melalui kerja sama ini, terlihat jelas bahwa visi pembangunan Sumenep tidak hanya terpusat di kota, tetapi menjangkau hingga ke pelosok desa dan pulau. BPRS Bhakti Sumekar membuktikan bahwa dengan pendekatan inklusif dan berbasis lokal, ketahanan pangan bisa menjadi pintu masuk menuju kemandirian ekonomi desa secara luas. (Red/TH)