BANTAENG, MASALEMBO.ID – Dalam perundingan bipartit yang digelar pada 30 April 2025 antara Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) dan pihak manajemen Huadi Group, perusahaan yang beroperasi di sektor pertambangan nikel ini mengakui adanya pelanggaran terkait jam kerja dan kekurangan pembayaran upah lembur kepada pekerja.
Perundingan yang dihadiri oleh perwakilan HRD Huadi Group dan perwakilan SBIPE ini membahas dua persoalan utama, yakni kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) dan hak pekerja terkait upah lembur. SBIPE dalam hal ini mewakili pekerja dari dua unit usaha perusahaan, yaitu PT Wuzhou dan PT Yatai.
Salah satu isu utama yang dibahas adalah nasib tujuh pekerja yang telah di-PHK namun masih ingin kembali bekerja. Menanggapi hal ini, perwakilan HRD Huadi Group, Andi Adriani Latippa, menyatakan bahwa perusahaan saat ini tengah dalam tahap pemulihan. Ia menambahkan bahwa kemungkinan perekrutan kembali bisa terjadi apabila kondisi membaik dan para pekerja tersebut tidak memiliki catatan pelanggaran serta menunjukkan kinerja baik.
Dalam diskusi mengenai hak pekerja, SBIPE mengungkapkan bahwa perusahaan menjalankan sistem kerja shift 12 jam per hari, melebihi ketentuan waktu kerja maksimum 8 jam per hari. Hal ini menimbulkan kewajiban pembayaran lembur yang belum sepenuhnya dilaksanakan perusahaan.
“Setelah kami lakukan analisis menggunakan rekening koran pekerja dan data jam kerja, ditemukan adanya kekurangan signifikan dalam pembayaran upah lembur,” ujar Abdul Habir, Sekretaris Jenderal SBIPE.
Menanggapi hal tersebut, pihak perusahaan menyatakan telah melakukan penyesuaian dengan membatasi jam kerja menjadi maksimal 150 jam per bulan, disertai upah tetap sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP). Langkah ini dianggap sebagai pengakuan implisit atas praktik kerja lembur sebelumnya.
Hasbi Assidiq, Koordinator Bidang Hak Ekosob dari YLBHI-LBH Makassar yang turut mendampingi buruh, menegaskan bahwa pelanggaran atas hak upah lembur bukan hanya persoalan administratif, melainkan juga ranah pidana.
“Tidak membayarkan upah lembur sesuai aturan merupakan pelanggaran pidana. Buruh telah bekerja melebihi waktu kerja normal dan mereka berhak atas kompensasi yang adil,” tegas Hasbi.
Sebagai tindak lanjut, SBIPE telah menyerahkan hasil perhitungan kekurangan upah lembur kepada perusahaan. Kedua belah pihak sepakat untuk melanjutkan perundingan bipartit dalam waktu tujuh hari ke depan guna mencocokkan data jam kerja dengan absensi perusahaan. (Ril/har)