MAMUJU, MASALEMBO.ID – Penyidik Polres Mamuju melalui Kasi Humas IPDA Herman Basir menyampaikan pernyataan di sejumlah media bahwa kasus yang dilaporkan nasabah FIFGROUP bernama Harni (37) tak dapat dinaikkan ke tahap penyidikan. Alasannya kasus dugaan perampasan dan pemerasan pihak FIFGROUP ke nasabah Harni tersebut masuk dalam kategori perdata.
Penyidik mengklaim telah menemukan fakta pelapor Harni menyerahkan langsung sepeda motor miliknya secara sukarela di Kantor FIFGROUP Cabang Mamuju.
Menanggapi hal itu, Harni kepada awak masalembo.id menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menyerahkan motor miliknya langsung dan secara sukarela ke kantor FIF Mamuju. Justru pihak FIFGROUP mengambil paksa di kediamannya.
“Itu tidak benar kalau saya menyerahkan langsung di kantor FIF,” katanya Rabu (8/1/2025).
Dia menceritakan, hari itu kolektor (penagih) dari FIFGROUP berjumlah dua orang datang kerumahnya dan mengambil sepeda motor yang baru menunggak sebulan. Saat itu kata Harni pihak penagih mengharuskan membayar tunggakan sebesar Rp1.080.000, namun uang yang terkumpul baru Rp680.000.
Meski Harni sudah menyakinkan bakal segera membayar tunggakan, namun pihak kolektor bersikeras membawa unit motor ke kantor FIFGROUP. Harni memang menandatangani surat atas desakan penagih, namun isinya pun dia tidak begitu dimengerti. Ia mengaku saat itu dirinya merasa tertekan sehingga terpaksa menandatangani dan menyerahkan sepeda motor yang ia kredit sudah setahun.
Pada sore harinya Harni kembali mencoba menghubungi pihak penagih. Ia beritikat baik untuk membayar tunggakan setelah berhasil mengumpulkan uang sebasar Rp1.080.000. Namun nyatanya pihak FIF justru mengharuskan Harni membayar lebih dari Rp5 juta atau 5 bulan angsuran berturut-turut, terhitung Oktober 2024 hingga Februari 2025. Desakan itu membuat Harni merasa terpukul.
“Dimana saya dapat uang sebesar itu 5 juta lebih untuk membayar,” ujarnya mengaku kebingungan.
Harni kemudian melaporkan kejadian yang menimpahnya dengan berharap mendapat keadilan melalui jalur hukum. Namun sayang penyidik Polresta Mamuju memvonis kasus tersebut masalah perdata, bukan pidana.
Ketua LSM AMPERAK Sulbar, Aswan Haryanto terkait kasus ini mengatakan, seharusnya pihak kepolisian (penyidik) menyampaikan kepada pelapor dalam bentuk tertulis jika kasus itu bukan tindak pidana melainkan perdata. Penyidik harusnya memberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) kepada pelapor.
“Itu harus secara tertulis tertuang di SP2P dengan alasan itu perdata bukan pidana,” ujarnya. (Al/har)