SUMENEP, MASALEMBO.ID – Satu minggu telah berlalu sejak mediasi antara pelanggan dan PLN ULP Sumenep pada Senin (21/4/2025), namun kasus pergantian kWh meter di tambak milik Jaelani, Desa Lapa Taman, Kecamatan Dungkek, Sumenep, belum menunjukkan tanda-tanda penyelesaian. Hingga Senin (28/4/2025), janji pihak PLN untuk mempertemukan pelanggan dengan para pihak terkait belum juga dipenuhi.
Dalam mediasi tersebut, Kepala PLN ULP Sumenep, Pangky Yonkynata Ardiyansyah, berjanji akan mempertemukan pelanggan dengan Benny — petugas lapangan yang mengganti kWh meter, kemudian Iksan — sosok misterius yang tercantum dalam surat kuasa tanpa tanggal, serta Achmad Hamdani alias Dani — teknisi yang disebut-sebut sebagai eks pegawai PLN. Namun, semua itu hingga kini masih sebatas janji tanpa realisasi.
Kondisi ini memperkuat dugaan adanya kebocoran dalam sistem administrasi dan pengawasan internal PLN, yang notabene adalah perusahaan milik negara (BUMN) melalui PT PLN (Persero) dan anak-anak perusahaannya.
“Kalau memang prosedur di PLN ketat, kenapa bisa ada surat kuasa tanpa tanggal, bahkan nama orang yang kami tidak kenal?” kata Jaelani.
Ia menilai bahwa kasus ini bukan sekadar persoalan pribadinya, melainkan cerminan lemahnya perlindungan hak-hak pelanggan secara umum di PLN.
Surat Kuasa Tanpa Validitas dan Misteri Identitas Iksan
Dalam kasus ini, laporan dugaan pelanggaran terhadap pelanggan justru muncul setelah pergantian kWh meter dilakukan. Anehnya, laporan itu disusun berdasarkan surat kuasa atas nama Iksan, yang mengklaim mewakili Bunahwi — saudara Jaelani — tanpa mencantumkan tanggal resmi.
Sampai saat ini, PLN belum mampu menjelaskan status hukum Iksan, maupun memverifikasi keabsahan surat kuasa tersebut.
Sementara itu, PLN UP3 Madura sempat mengirimkan holding statement melalui pesan WhatsApp pada Jumat (25/4/2025). Alih-alih memperjelas keadaan, pernyataan tersebut justru memperdalam kecurigaan publik terhadap PLN.
Dalam pernyataan resmi yang dikirimkan oleh Humas PLN UP3 Madura, Kharisma Noor, disebutkan bahwa pelanggaran terjadi pada 14 April 2025 berupa sambungan listrik langsung tanpa melewati kWh meter. Anehnya, pernyataan tersebut sama sekali tidak menyebutkan nama-nama kunci seperti Benny maupun Iksan.
Dalam pernyataan tersebut disebutkan:
“PLN UP3 Madura berkomitmen menindak tegas setiap pelanggaran dalam penggunaan tenaga listrik. Kami tetap mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses pemeriksaan.”
Sayangnya, prinsip transparansi yang digembar-gemborkan tidak tercermin di lapangan. Hingga kini, status laporan, keabsahan surat kuasa, serta keterlibatan petugas terkait, tidak pernah dijelaskan secara gamblang kepada publik.
Kontradiksi Antar Pejabat PLN
Konflik keterangan antarpejabat PLN semakin memperburuk kepercayaan publik. Dalam sesi mediasi, Kepala PLN ULP Sumenep, Pangky, menegaskan bahwa Achmad Hamdani alias Dani sudah diberhentikan dari PLN sejak Januari 2025.
“Kami pastikan, dia sudah tidak bekerja di PLN sejak Januari. Kalau ada pelanggaran, kami akan tindak,” ujar Pangky.
Namun dalam pertemuan lanjutan, Jumat (25/4/2025), Ardiyansyah alias Dian, Manager Unit PT Haleyora Power — anak perusahaan PLN — menyampaikan informasi berbeda. Dian menyebut bahwa Dani merupakan pegawai Haleyora Power yang baru diberhentikan pada Februari 2025.
“Itu SPKH-nya itu tanggal 20 Februari 2025, tapi dia sudah tidak aktif di kita sejak awal Februari, makanya dikeluarkan,” ungkap Dian.
Perbedaan informasi ini membuat publik semakin meragukan proses investigasi internal yang dilakukan oleh PLN. Jika status kepegawaian seorang teknisi saja simpang siur, bagaimana publik dapat mempercayai validitas temuan-temuan lain dalam kasus ini?
Pelanggan Mengancam Lanjutkan ke Jalur Hukum
Di tengah ketidakpastian ini, Jaelani dan Bunahwi sebagai pelanggan terdampak mengaku kian geram. Mereka mempertanyakan sikap PLN yang dianggap lamban dan cenderung menutupi fakta-fakta penting.
“Kami hanya ingin keadilan, bukan keputusan sepihak yang langsung menjatuhkan denda. Kalau tidak ada kejelasan, kami siap tempuh jalur hukum,” tegas Jaelani.
Dari surat kuasa yang diduga tidak sah, laporan pelanggaran yang terlambat, status pelapor yang tidak jelas, hingga hilangnya nama-nama petugas penting dalam pernyataan resmi PLN, semuanya menjadi alarm keras bagi bobroknya manajemen administrasi di tubuh perusahaan plat merah tersebut.
Kasus ini tidak hanya merugikan pelanggan secara personal, tetapi juga mempermalukan citra BUMN di hadapan masyarakat luas.
Kini publik menanti langkah nyata PLN: akankah kasus ini benar-benar diusut secara transparan? Atau justru dibiarkan tenggelam dalam kabut ketidakpastian, yang makin menggerus kepercayaan masyarakat terhadap institusi pelayanan listrik nasional?. (Red/TH)