Tradisi Mandar Bersemi Kembali Lewat Lomba Boyang Siammasei di Sukajeruk Masalembu

Pemenang lomba Boyang Siammasei saat menerima hadiah (Foto: Istimewa/Masalembo.id)

SUMENEP, MASALEMBO.ID — Sorotan warga Dusun Mandar, Desa Sukajeruk, Kecamatan Masalembu, Kabupaten Sumenep, dalam dua pekan terakhir tertuju pada sebuah ajang sederhana namun sarat makna: Lomba Boyang Siammasei. Kegiatan yang digelar sejak 7 April dan resmi ditutup pada Sabtu, 20 April 2025 ini, menjadi ruang bagi masyarakat untuk kembali merajut benang kebudayaan dan kebersamaan yang kian samar tertutup zaman.

Nama Boyang Siammasei, dalam bahasa Mandar, bermakna “rumah saling menyayangi”. Filosofi ini bukan sekadar tajuk, tetapi menjadi landasan utama semangat dari perlombaan tersebut. Pemerintah Desa Sukajeruk yang menggagas acara ini menjadikannya sebagai bentuk pelestarian nilai-nilai lokal serta wujud kecintaan terhadap kampung halaman.

Lomba ini tidak hanya menyentuh sisi estetika hunian. Kriteria penilaian meliputi keindahan rumah, orisinalitas desain, serta kebersihan lingkungan sekitar. Antusiasme warga sangat terasa. Puluhan peserta ambil bagian, berlomba-lomba menghias rumah mereka sebagus mungkin.

Baca Juga  Polemik Dugaan Pemotongan Dana KIP di UNIBA Madura: Praktik Joki dan Pernyataan Rektor

“Ini bukan soal menang atau kalah. Ini soal bagaimana kita menghidupkan kembali semangat merawat lingkungan dan kebudayaan lokal,” ujar PJ Kepala Desa Sukajeruk, Taufiqurrahman, saat memberikan sambutan pada penutupan lomba (20/4/2025).

Menurutnya, kegiatan seperti ini adalah upaya menghadirkan kembali semangat gotong royong yang selama ini menjadi ciri khas masyarakat Mandar. Ia menekankan bahwa Boyang Siammasei bukan hanya soal rumah, tapi tentang jati diri.

Tim penilai lomba Boyang Siammasei berlatar rumah tradisional suku Mandar, Kecamatan Masalembu.

Dalam penutupan lomba yang digelar meriah di pelataran dusun, warga tumpah ruah menyaksikan pengumuman pemenang. Suasana semakin semarak dengan hadirnya musik elekton dan penampilan tiga biduan yang menghibur.

Camat Masalembu yang turut hadir dalam acara itu menegaskan pentingnya kegiatan seperti ini untuk memperkuat identitas budaya masyarakat.

“Masalembu ini pulau yang kaya dengan nilai dan tradisi. Sayang kalau kita biarkan memudar. Lomba semacam ini adalah bentuk nyata pelestarian budaya,” katanya dalam sambutannya.

Baca Juga  PLN Didesak Perbaiki Prosedur, Kasus Jailani Soroti Celah Keamanan Sistem

Setelah melalui penilaian yang ketat, tiga rumah keluar sebagai pemenang. Juara pertama diraih oleh Ibu Elly, disusul oleh Musahra sebagai juara kedua, dan Ibu Harisa di posisi ketiga. Mereka masing-masing mendapatkan hadiah berupa perlengkapan rumah tangga seperti kasur, lemari, dan tikar. Penyerahan hadiah dilakukan langsung oleh Camat di atas panggung sederhana yang dikelilingi antusiasme warga.

Ibu Elly mengaku tidak menyangka akan menjadi juara. “Saya hanya ingin rumah saya enak dipandang dan bersih. Alhamdulillah ternyata dinilai bagus oleh juri,” tuturnya sambil tersenyum.

Kegiatan Boyang Siammasei menurut warga dan penyelenggara, telah menjadi simbol nyata bagaimana nilai-nilai tradisional masih mendapat tempat di hati masyarakat.

“Kami ingin kegiatan ini berlanjut setiap tahun. Tak hanya untuk menilai rumah, tapi juga menilai semangat kebersamaan,” ungkap Taufiqurrahman.

Baca Juga  Pemkab Sumenep Tegaskan Larangan Live TikTok bagi ASN Saat Jam Kerja

Dukungan juga datang dari kalangan legislatif. Darul Hasyim Fath, anggota DPRD Sumenep dari Dapil 7, memberikan apresiasi atas terselenggaranya acara ini. Ia menilai penting bagi pemerintah untuk terlibat aktif dalam pelestarian budaya lokal.

“Kita tidak boleh hanya bernarasi untuk membangun infrastruktur fisik semata, tapi juga harus membangun kebudayaan. Identitas budaya seperti ini tidak boleh hilang dan tenggelam,” ujarnya.

Ia pun menegaskan bahwa pembangunan bukan hanya soal jalan dan bangunan, melainkan juga tentang menjaga kisah dan nilai budaya. “Karena bila kita kehilangan cerita, kita kehilangan arah,” pungkasnya.

Lomba Boyang Siammasei telah membuktikan bahwa pelestarian budaya tidak harus dalam bentuk besar dan megah. Lewat sentuhan sederhana dan semangat kolektif, masyarakat Sukajeruk menunjukkan bahwa warisan leluhur mereka masih hidup—dan terus dirawat. (Red/TH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *