SUMENEP, MASALEMBO.ID– Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) telah masuk dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) 2025. Langkah ini dianggap penting untuk memberikan perlindungan hukum bagi korban KDRT di Kabupaten Sumenep.
Salah satu anggota DPRD Kabupaten Sumenep dari Fraksi PDI Perjuangan, Nia Kurnia, menegaskan bahwa Raperda ini harus segera dibahas tahun ini. Ia menyoroti pentingnya regulasi ini dalam menekan angka kekerasan dalam rumah tangga yang masih terjadi di daerah tersebut.
“Raperda KDRT sangat penting guna meminimalisir tindak kekerasan di Kabupaten Sumenep, karena sudah ada kasus kekerasan terhadap perempuan,” ujar Nia Kurnia.
Ia menekankan bahwa kekerasan dalam rumah tangga bukan sekadar masalah pribadi, tetapi merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang berdampak luas. Oleh karena itu, masyarakat membutuhkan perlindungan hukum yang kuat agar korban dapat mendapatkan keadilan, sekaligus untuk mencegah terjadinya kekerasan serupa di masa mendatang.
“Peraturan ini diharapkan menjadi dasar hukum dalam rangka mencegah dan menangani kasus KDRT yang lebih efektif di Kabupaten Sumenep,” tambahnya.
Selain itu, Nia Kurnia juga berharap bahwa keberadaan Raperda ini akan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk lebih berani melaporkan kasus KDRT. Menurutnya, masih banyak korban yang enggan berbicara karena takut atau merasa tidak memiliki perlindungan yang memadai.
“Diharapkan meskipun sudah ada payung hukumnya untuk menaungi kasus KDRT di Kabupaten Sumenep, sehingga tidak ada kasusnya di masa mendatang,” jelasnya.
Raperda KDRT ini menjadi bagian dari 39 rancangan peraturan daerah yang sedang dipersiapkan oleh Kabupaten Sumenep. Pembahasan lebih lanjut akan dilakukan oleh tim pemerintah daerah bersama panitia khusus DPRD guna memastikan regulasi ini benar-benar dapat diimplementasikan secara efektif.
Nia Kurnia menegaskan bahwa KDRT bukan hanya masalah fisik semata, tetapi juga membawa dampak psikologis yang mendalam bagi para korban. Oleh karena itu, ia berharap adanya kebijakan yang tegas dan komprehensif agar kekerasan dalam rumah tangga bisa ditekan hingga ke angka nol.
“Tindak kekerasan dalam rumah tangga bukan merupakan persoalan individu, mengingat dampaknya sangat buruk bagi korban karena bukan saja fisik, tetapi juga secara psikologis,” pungkasnya. (Red/TH)