SUMENEP, MASALEMBO.ID – Kasus dugaan manipulasi penggantian kWh meter di tambak udang milik Jailani masih menyisakan sejumlah tanda tanya besar. PLN ULP Sumenep dinilai belum menunjukkan ketegasan dalam menyelesaikan persoalan tersebut, bahkan terkesan menutup-nutupi informasi yang seharusnya menjadi konsumsi publik.
Kepala ULP PLN Sumenep, Pangky Yonkynata Ardiyansyah, saat dikonfirmasi pada Rabu (23/4), mengatakan bahwa pihaknya masih melakukan pendekatan melalui komunikasi dengan pihak-pihak terkait.
“Masih melakukan komunikasi dengan Jailani dan Bunahwi, untuk tindak lanjutnya seperti apa,” ucap Pangky.
Namun, ketika ditanya mengenai legalitas surat kuasa yang dijadikan dasar penggantian kWh meter, Pangky belum bisa memberikan kepastian. “Makanya kami akan komunikasi dengan Bunahwi,” ujarnya.
Sikap ini menimbulkan tanda tanya besar, terutama terkait transparansi dalam penanganan kasus tersebut. Pangky bahkan tidak dapat memastikan kejelasan surat pemutusan hubungan kerja (PHK) salah satu oknum yang diduga terlibat dalam kasus ini, yang menurut pengakuan warga, masih aktif di lapangan.
“Kalau untuk bukti surat PHK itu ada di atasan saya. Tentu, saya tidak bisa langsung menunjukkan, harus koordinasi dulu,” katanya, Senin (21/4).
Sebelumnya, nama eks pegawai PLN bernama Dani disebut-sebut masih aktif dalam kegiatan teknis di lapangan, meskipun statusnya dikatakan sudah diberhentikan. Dugaan keterlibatan Dani dengan dua nama lain, Benny dan Iksan, dalam penggantian kWh meter di tambak Jailani memperkeruh suasana. Keduanya diduga menjadi pelaku eksekusi langsung di lapangan.
Situasi ini menguatkan persepsi publik bahwa sistem pengawasan internal di tubuh PLN Sumenep lemah. Tidak adanya tindakan tegas maupun pernyataan resmi membuat kepercayaan masyarakat terhadap PLN semakin tergerus.
Jailani, yang seharusnya mendapat perlindungan hukum sebagai pelanggan, justru seolah-olah diposisikan sebagai pihak yang bersalah sejak awal. Padahal, belum ada proses hukum atau pembuktian resmi yang mendukung tuduhan tersebut.
Sebagaimana diketahui, Iksan disebut-sebut sebagai pelapor dugaan penyalahgunaan listrik. Sementara Benny adalah petugas resmi PLN Sumenep yang menyerahkan surat pelanggaran serta denda kepada Jailani. Diketahui, Jailani adalah adik dari Bunahwi, yang namanya tercantum dalam surat kuasa.
Namun, legalitas surat kuasa yang digunakan menimbulkan kecurigaan. Surat tersebut tidak memiliki tanggal serta tidak melalui verifikasi resmi dari pihak PLN. Ironisnya, penggantian kWh meter dilakukan dua hari sebelum laporan resmi diterima, menyalahi prosedur dan asas legalitas dalam tata kelola administrasi.
Jika mengacu pada UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip administrasi negara, terutama dalam lembaga BUMN seperti PLN.
Sementara itu, dalam konfirmasi terpisah pada Kamis (24/4), Manager UP3 PLN Madura, Fahmi Fahresi, mengaku belum mengetahui detail persoalan ini.
“Ya, Achmad Hamdani itu siapa, petugas PLN atau seperti apa?” ucap Fahmi dengan nada keheranan.
Fahmi menyebut, pihaknya masih akan mengumpulkan informasi data di lapangan perihal peristiwa tersebut. Ia berjanji akan memberikan informasi secara transparan kepada publik.
“Sebentar, saya kroscek juga ke Sumenep ya. Ntar ada Humas saya yang akan menghubungi jenengan setelah ini,” pungkasnya.
Ketidaktahuan pejabat di level yang lebih tinggi, serta sikap tertutup dari pejabat di level bawah, mencerminkan lemahnya koordinasi internal dan buruknya transparansi dalam tubuh PLN. Kasus ini pun semakin menjadi sorotan publik karena dinilai mencederai kepercayaan pelanggan terhadap pelayanan dan integritas perusahaan milik negara tersebut. (Red/TH)