SUMENEP, MASALEMBO.ID – Dalam upaya memperkuat landasan hukum dan regulasi pembangunan daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, menggulirkan tiga Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) penting yang menyentuh aspek vital kehidupan masyarakat. Ketiga Raperda tersebut mencakup sektor kesehatan, pemberdayaan ekonomi pesisir, dan pelestarian lingkungan pesisir, sebagai bentuk respons atas tantangan pembangunan yang semakin kompleks.
Langkah ini menunjukkan peran aktif DPRD Sumenep dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga legislatif, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 yang telah diperbarui melalui Permendagri Nomor 120 Tahun 2018. Melalui hak inisiatifnya, DPRD tidak hanya menjadi penyambung lidah masyarakat, tetapi juga menjadi motor penggerak perubahan kebijakan daerah.
Dalam rapat paripurna yang digelar pada Rabu, 2 Juli 2025, Wakil Bupati Sumenep, Imam Hasyim, memaparkan bahwa ketiga Raperda tersebut merupakan bentuk keseriusan DPRD untuk menjawab permasalahan strategis yang tengah dihadapi masyarakat Sumenep.
Salah satu Raperda yang diusulkan adalah Raperda tentang Sistem Kesehatan Daerah. Imam Hasyim menjelaskan bahwa kebijakan ini disusun untuk menciptakan sistem layanan kesehatan yang adil, terintegrasi, dan menyeluruh. “Isu kesehatan tidak bisa hanya diselesaikan dengan membangun puskesmas atau rumah sakit. Yang dibutuhkan adalah sistem yang menjamin pemerataan layanan, sampai ke pelosok desa,” ujarnya 02/07.
Raperda ini akan mengatur mekanisme koordinasi antara fasilitas layanan kesehatan, tenaga medis, organisasi profesi, serta mendorong keterlibatan sektor swasta dan masyarakat dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan. Tujuannya adalah agar pelayanan kesehatan tidak lagi menjadi barang mewah, melainkan hak dasar yang dapat diakses seluruh lapisan masyarakat.
Raperda kedua yang diangkat DPRD adalah Perlindungan dan Pemberdayaan Petambak Garam. Kabupaten Sumenep selama ini dikenal sebagai lumbung garam nasional. Namun, ironisnya, nasib para petambak garam belum sebanding dengan kontribusi mereka terhadap sektor ekonomi lokal dan nasional.
Melalui regulasi ini, DPRD ingin memastikan bahwa para petambak garam mendapatkan kepastian harga, kemudahan distribusi, akses teknologi, serta pendampingan yang berkelanjutan. Lebih jauh, Raperda ini juga akan mendorong lahirnya kebijakan yang melibatkan perlindungan sosial dan lingkungan di wilayah pesisir.
“Garam Sumenep seharusnya menjadi simbol kedaulatan ekonomi pesisir, bukan hanya sekadar komoditas,” tambah Imam Hasyim.
Raperda ketiga yang tidak kalah penting adalah Pengendalian Pencemaran Air Permukaan Tambak Udang. Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan tambak udang memang menjadi motor baru ekonomi lokal. Namun, di balik geliat ekonomi tersebut, terdapat dampak lingkungan yang tidak bisa diabaikan, khususnya terkait pencemaran air dan kerusakan ekosistem pesisir.
Raperda ini menekankan pentingnya keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Di dalamnya akan diatur kewajiban pelaku usaha tambak udang untuk memiliki dokumen Amdal atau UKL-UPL, serta sanksi administratif bagi pelanggar kualitas lingkungan.
“DPRD tidak menolak investasi atau pertumbuhan sektor tambak. Tapi harus ada aturan yang menjaga agar alam kita tetap lestari. Ekonomi boleh tumbuh, tapi jangan sampai mengorbankan masa depan lingkungan,” tegas Imam.
Ketua DPRD Sumenep, Zainal Arifin, dalam kesempatan yang sama menyampaikan bahwa penyusunan ketiga Raperda ini dilakukan secara serius dan melalui tahapan yang panjang. “Kita mulai dari kajian akademik, serap aspirasi masyarakat lewat forum publik, dan harmonisasi dengan peraturan yang lebih tinggi,” ungkapnya.
Zainal menambahkan bahwa DPRD tidak ingin terjebak pada rutinitas formalitas belaka, melainkan berkomitmen untuk menghadirkan kebijakan substantif yang menyentuh kebutuhan nyata masyarakat.
Ketiga Raperda ini akan segera masuk tahap pembahasan lanjutan bersama Panitia Khusus (Pansus) DPRD dan pemerintah daerah. DPRD pun membuka ruang bagi semua elemen masyarakat, mulai dari akademisi, pelaku usaha, hingga tokoh masyarakat, untuk memberikan masukan dan kritik konstruktif demi penyempurnaan isi regulasi tersebut.
“Dengan partisipasi publik yang luas, kami yakin produk hukum daerah yang dihasilkan akan lebih kuat, adaptif, dan mampu menjawab kebutuhan masa kini maupun masa depan,” pungkasnya. (Red/TH)