SUMENEP, MASALEMBO.ID– Universitas Bahaudin Mudhary (UNIBA) Madura menghadapi kritik publik terkait dugaan kasus pelecehan seksual yang melibatkan salah satu mahasiswinya sebagai korban.
Respon yang diberikan kampus terkesan lambang hingga korban membawa kasus pelecehan yang dialaminya, ke pihak kepolisian. Tentu ini menuai pertanyaan, kampus sebagai institusi pendidikan seharusnya responsif terhadap peristiwa pelecehan.
Sebab, hal ini merupakan persoalan serius ditengah ancaman pelecehan seksual terhadap kelompok rentan perempuan yang semakin marak di ruang-ruang sosial. Kampus seharusnya memiliki jaminan memberikan ruang aman bagi perempuan.
Dalam wawancara nya pihak UNIBA Madura Melalui Wakil Rektor I Budi Suswanto, memberikan tanggapan atas isu tersebut. Bukannya fokus mendorong dengan cepat upaya yang sedang dalam proses hukum, malah merasa dirugikan karena peristiwa dan isu tersebut mencuat saat pendaftaran mahasiswa baru.
“Kenapa isu-isu seperti ini selalu muncul di saat kita sedang asyik-asyiknya mencari mahasiswa baru?” ujar Budi saat diwawancarai pada Jumat (10/1) siang.
Budi mengonfirmasi bahwa terdapat laporan terkait dugaan pelecehan seksual terhadap seorang mahasiswi UNIBA. Namun, ia menyebut pihak kampus kesulitan mendapatkan keterangan lebih lanjut karena korban tidak memenuhi panggilan resmi kampus.
“Kami telah berusaha memanggil yang bersangkutan untuk tabayyun, tetapi dia tidak hadir. Bahkan, kami meminta kuasa hukumnya untuk menemui pihak kampus,” ungkap Budi.
Ia menegaskan bahwa UNIBA Madura akan mengikuti proses hukum tanpa mencoba memengaruhi langkah yang diambil oleh pihak kepolisian.
“Perkara ini sudah dilaporkan ke kepolisian, biarkan berjalan sebagaimana mestinya. Kami akan mengikuti prosedur tanpa intervensi,” jelasnya.
Budi juga memaparkan kronologi kejadian menurut versi terlapor, yang merupakan senior korban. Kasus dugaan pelecehan tersebut terjadi saat Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek). Berdasarkan keterangan terlapor, hubungan antara mereka terkesan suka sama suka, bahkan korban disebut proaktif dalam komunikasi.
“Kejadian bermula ketika senior mengajak mahasiswi tersebut ke kosannya. Di sana, interaksi berlangsung tanpa adanya penolakan, termasuk saat terlapor mencium kening mahasiswi itu di area parkiran,” jelas Budi.
Namun, setelah kejadian tersebut, komunikasi antara mereka sempat terhenti. Pada Desember 2024, korban tiba-tiba menanyakan maksud tindakan mencium kening itu, yang kemudian berujung pada laporan polisi.
Lebih lanjut, Budi mengungkapkan keheranannya karena korban meminta perlindungan ke Dinas Sosial, bukan memanfaatkan layanan Pusat Pelayanan dan Perlindungan Kekerasan Seksual (PPKS) yang disediakan kampus.
“Kalau tidak salah, pihak Dinas Sosial juga bingung, karena kejadian ini kan di luar kampus. Jadi, ada banyak tanda tanya besar di sini,” ujarnya.
Budi menekankan bahwa UNIBA Madura memiliki mekanisme yang memungkinkan mahasiswa untuk melapor langsung kepada Rektor, termasuk akses komunikasi 24 jam. Namun, ia menyayangkan bahwa masalah ini tidak dilaporkan lebih awal kepada rektorat.
“Di kampus kami, mahasiswa diberikan kesempatan untuk mengakses saya langsung tanpa filter. Tapi kenapa kok masalah ini tidak masuk ke meja saya?” tutupnya.
Sebagai informasi, dugaan pelecehan ini terjadi pada 23 Agustus 2024, dan laporan resmi diajukan ke Mapolres Sumenep pada 17 Desember 2024. (TH)