SUMENEP, MASALEMBO.ID– Setelah melawati pembahasan dan penggodokan yang panjang, akhirinya Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumenep, Jawa Timur mengesahkan Tata Tertib (Tatib) untuk periode 2024-2029.
Secara garis besar Tatib merupakan salah satu langkah strategis menciptakan mekanisme kerja yang lebih transparan dan efisien, mulai dari pembentukan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) hingga runtun kemitraan komisi. Penyusunan Raperda Tatib DPRD Kabupaten Sumenep, sebetulnya merupakan agenda wajib setiap periode legislator yang diperintahkan oleh Undang-undang.
Namun, terdapat satu yang belakangan sangat mencolok dalam proses penyusunan Tatib hingga memunculkan penolakan dan polemik dari sebagian anggota dewan, yaitu soal pergeseran kemitraan Badan Perencanaan dan Pembangunan (Bappeda) yang pada periode 2019-2024 menjadi mitra Komisi III digeser ke Komisi I.
Lantas aga urgensi dan alasan yang mendasari perubahan tersebut oleh Pansus Tatib?. Menurut Wakil Ketua Pansus Tatib asal Fraksi PKB Irwan Hayat menjelaskan, selama ini terdapat penyempitan pemahaman tentang Bappeda yang dianggap, hanya menyangkut pembangunan infrastruktur atau fisik semata dan terpisah dengan urusan pemerintahan.
Padahal lebih jauh Bappeda sebagai institusi yang bertanggung menyusun rencana pembangunan daerah, harus berjalan linear dengan mekanisme pemerintahan. Hal ini menjadi alasan kenapa harus digeser ke Komisi I yang selama ini membidangi Politik, Hukum dan Pemerintahan.
“Dimulai dari pembidangan nama, Komisi I itu membidangi politik, hukum, pemerintahan dan perencanaan. Dasar pertimbangan Pansus Tatib Bappeda dalam konteks menyusun perencanaan, tidak hanya yang menyangkut infrastruktur melainkan juga perencanaan sumberdaya daya pemerintahan yang dapat menunjang kegiatan pembangunan ke depan,” jelasnya. Selasa 07/01/2025.
Irwan juga mengungkapkan, pergeseran kemitraan kerja sebetulnya fenomena biasa sebab di DPRD Sumenep sebetulnya terdapat preseden dimana pada periode lalu, terdapat pemindahan mitra kerja Disnaker dan DPM PTSP dari Komisi II ke Komisi IV.
“Periode lalu Disnaker dan DPM PTSP yang menjadi mitra Komisi II dipindah ke Komisi IV, hal itu tidak memunculkan polemik apapun, dikarenakan secara aturan dan norma diatasnya diperbolehkan,” ungkapnya.
Polemik penolakan dari sebagian anggota Komisi III merupakan dinamika politik biasa yang acap kali terjadi dalam setiap pengambilan keputusan politik di DPRD Sumenep. Hal itu tentu harus dihormati sebagai bagian dari hak politik menentukan sikap.
“Kita hargai sikap sebagian dari Anggota Komisi III yang memilih tidak menghadiri rapat paripurna. Akan tetapi, sebagai institusi DPRD Sumenep harus bekerja sesuai aturan Perundang-undangan tidak berdasarkan kemauan individu,” tandasnya. (TH)