MAMUJU, MASALEMBO.ID – Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Sulawesi Barat Albar Syam memastikan akan mengangkat bendera aksi unjuk rasa jika dugaan tindakan kriminalisasi terhadap anggota KPU Mamuju Tengah Imran Tri Kerwiyadi tidak diselesaikan secara adil.
Albar via keterangan tertulisnya, Kamis (10/4/2025) mengatakan, IMM secara kelembagaan akan mengkonsolidasikan mahasiswa dan masyarakat sipil guna mengembalikan integritas penegakan hukum di Sulbar, serta memastikan menyeret semua pihak yang terlibat dalam sengketa pemilu di Kabupaten Mamuju Tengah untuk bertanggung jawab.
Albar mengatakan, kasus yang menimpa Imran Tri Kerwiyadi hanya satu contoh, bagaimana kriminalisasi dan upaya kambing hitam dalam politik dinormalisasi untuk menutupi kejahatan yang lebih besar.
“Dugaan kami kuat, setelah melihat kejanggalan dalam proses hingga penetapan tersangka anggota KPU Mateng (Imran Tri Kerwiyadi), besar indikasi ada upaya secara politis untuk pihak lain terbebas dari jeratan hukum, tentu menjadi catatan buruk bagi penyelenggara pemilu dan Penegakan Hukum Terpadu di Sulawesi Barat,” kata Albar.
Kata Albar, bahwa menurut keterangan dari Imran atas pembelaannya di media, kejanggalan banyak muncul dalam kasus tersebut. Antara lain hanya satu dari lima anggota KPU, yakni Imran Tri Kerwiyadi yang dijadikan tersangka tunggal oleh Polres Mateng. Hal ini bertentangan dengan hasil kajian dan pembahasan Gakkumdu sebelumnya yang menyatakan bahwa terlapor adalah seluruh ketua dan anggota KPU.
Dijelaskan bahwa proses hukum yang menimpa Imran dinilai tidak mengikuti aturan main sebagaimana diatur dalam UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Peraturan Bersama Nomor 5 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penanganan Pelanggaran Pemilu oleh Sentra Gakkumdu. Berkas perkara bahkan telah dua kali ditolak oleh Kejaksaan Negeri Mamuju, namun tetap dipaksakan untuk dilanjutkan ke tahap pengadulan.
“Imran satu-satunya yang dijadikan tersangka dari lima anggota KPU Mamuju Tengah.
Harusnya tidak hanya Imran karena faktanya ada dua komisioner KPU lainnya yaitu Alamsyah (Ketua KPU Mateng) dan Sirul Alimin M Nur (Anggota KPU Mateng) serta satu Komisioner Bawaslu atas Nama Muhammad Syarif Muhayyang yang langsung datang meminta klarifiksi dan keterangan di Sekolah di SMKN 3 Makassar terkait yang mengeluarkan Ijazah tersebut,” terang Albar.
Albar juga heran sebab kasus ini sempat berhenti karena ditolak oleh Jaksa, lalu tiba-tiba diaktifkan kembali meski melewati batas waktu penanganan.
“Tidak ada permintaan pembahasan ulang ke Bawaslu setelah batas waktu sebagaimana diatur Perber No. 5/2020. Penyidik memanggil dan menyerahkan Imran ke Kejaksaan meskipun secara prosedural telah terjadi pelanggaran tata waktu penanganan kasus,” kata Albar.
“Harusnya pihak sekolah yang menjadi tersangka, karena mereka yang mengeluarkan Ijazah tersebut,” pungkas Albar.
Upaya Politisasi seperti ini bagi Albar adalah penyalahgunaan instrumen hukum, proses tebang pilih, politik kambing hitam. Yang jauh dari integritas penegakan hukum, melindungi juga berpihak secara jujur dan adil.
“Kami pastikan, akan mengkonsolidasikan IMM secara kelembagaan dan masyarakat sipil, untuk melakukan intervensi publik, guna mengembalikan integritas Kejaksaan, penegakan hukum terpadu di Sulbar, dan kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu,” tegas Albar. (Har/ril)