SUMENEP, MASALEMBO.ID – Polemik dugaan penipuan oleh seseorang yang mengaku sebagai petugas PLN kembali mencuat di Kabupaten Sumenep. Kali ini, seorang warga Desa Lapataman, Kecamatan Dungkek, bernama Jailani, menjadi korban dengan total kerugian yang disebut mencapai puluhan juta rupiah. Jailani menilai pihak PLN terkesan abai dan enggan bertanggung jawab atas kejadian yang menimpanya.
Kasus bermula dari dugaan pelanggaran instalasi listrik di lokasi usaha Jailani. Setelah menerima surat pelanggaran, ia justru mendapat pemasangan ulang KWH meter di hari yang sama tanpa penjelasan rinci. Ia merasa proses tersebut sangat janggal dan tidak transparan.
“Itu yang dikenai denda adalah kilometer (KWH) yang sebelumnya dicabut. Di sana (lokasi tambak saya, red) tinggal MCB (Miniature Circuit Breaker) saja, listriknya nggak bisa dipakai karena nggak ada kilometernya,” jelas Jailani.
Pernyataan Jailani ini memperkuat dugaan bahwa prosedur yang berlaku diabaikan. Sebab, alih-alih menyelesaikan persoalan, pihak PLN justru melakukan migrasi sistem tanpa komunikasi memadai.
“Hari itu juga kilometernya dipasang, langsung diubah ke pascabayar. Sekarang sudah terpasang lagi di tambak,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Unit Layanan Pelanggan (ULP) PLN Sumenep, Pangky Yonkynata Ardiyansyah, memberikan klarifikasi. Ia menyebut bahwa ada aturan baru yang diterapkan perusahaan terkait pelanggan yang ditemukan melanggar sistem prabayar. Pelanggan yang ingin menyelesaikan kasusnya dengan pembayaran tagihan susulan, kini diwajibkan berpindah ke sistem pascabayar.
“Tagihan susulan itu dibayarkan melalui rekening setiap bulan. Kalau masih tercatat sebagai anggota kami, oknum akan kami ajukan pemberhentian kerja. Tapi kalau sudah bukan pegawai kami, itu jadi tanggung jawab pribadi antara pelanggan dan yang bersangkutan,” ujarnya, Jumat (19/4/2025) siang.
Pernyataan ini justru memperkeruh keadaan. Jailani merasa PLN justru melempar tanggung jawab kepada pihak lain tanpa penyelidikan menyeluruh. Ia menilai PLN Sumenep seharusnya mengambil peran lebih aktif dalam menuntaskan persoalan ini, terlebih karena nama institusi mereka digunakan oleh oknum dalam menjalankan aksinya.
Ia pun menuntut agar status kepegawaian dari oknum bernama Dani segera dibuka kepada publik. Hal ini penting agar warga mengetahui siapa yang benar-benar bertanggung jawab dan memahami prosedur yang seharusnya diterapkan oleh PLN.
Kasus ini menjadi peringatan bagi masyarakat luas agar berhati-hati terhadap pihak-pihak yang mengatasnamakan instansi resmi, khususnya terkait dengan layanan publik seperti kelistrikan. Jailani berharap agar kejadian yang dialaminya bisa menjadi pelajaran bersama, dan tidak terulang kepada warga lainnya.
Sementara itu, pihak PLN Sumenep belum memberikan keterangan lanjutan mengenai dugaan keterlibatan oknum Dani dan bagaimana seharusnya prosedur penanganan pelanggaran dilakukan sesuai dengan peraturan perusahaan.
Dengan polemik ini, muncul desakan dari sejumlah warga dan pemerhati pelayanan publik agar PLN melakukan audit internal serta transparansi dalam setiap langkah penanganan pelanggaran dan migrasi sistem pelanggan. (Red/TH)